Sabtu, 19 Maret 2011

MENGHIDUPKAN SEMANGAT PEMBELAJARAN YANG BERMAKNA DENGAN METAPHORMING

Oleh: Nur Arifah Drajati

Menjadi suatu pertanyaan besar bagi para pendidik bahwasanya kita mengalami kemandegan dalam system pembelajaran kita. Banyak siswa yang mengeluh adanya pelajaran yang luar biasa banyak dan semuanya menuntut tugas –tugas yang harus diselesaikan tepat waktu serta ujian-ujian yang tiada habisnya. Disisi lain adalah gerutu guru-guru yang tidak hanya mempersiapkan tugas, soal ujian serta tugas-tugas administrasi yang luar biasa banyaknya. Akhir dari satu cerita ini adalah suatu keputus asaan yang terus bertumpuk dan tiada batas yang kemudian terlupakan seiring dengan waktu.
Baik guru, siswa, dan juga pemegang keputusan yaitu para pimpinan sekolah mengalami hal yang sama yaitu bagaimana mencari kebermaknaan dalam suatu pembelajaran. Semua ahli di bidang pendidikan dan juga para psikolog mengatakan dan memastikan bahwa semua siswa memiliki potensi untuk menjadi seorang yang pandai atau jenius. Hanya bagaimana cara kita sebagai guru dapat menggali potensi mereka sehingga para siswa ini menjadi seseorang yang optimal dan mendapatkan manfaat dari proses belajar.
Disini guru dituntut untuk dapat memfasilitasi siswa sehingga mereka menjadi seorang yang jenius dan bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat disekitarnya. Satu proses yang harus dilalui dan metaforming adalah proses yang dapat dilalui dengan cara yang natural dimana para guru dapat mengoptimalkan kreativitas, menemukan dan mengkomunikasikan apa yang ada dalam pikiran mereka dengan komunikasi yang baik dan jelas kepada siswanya.
Kata metaforming adalah kata yang berasal dari kata Yunani yaitu meta dan phora yang memiliki makna tindakan yang mengubah sesuatu yang bermakna. Ini diawali dengan memindahkan makna baru dan mengasosiakan beberapa ide menjadi suatu ide yang baru. Dapat dikatakan bahwa metaphorming adalah suatu pemikiran yang mendalam dan kreatif. Inilah awal dari pemikiran yang jenius. Pemikiran ini memiliki tujuan yang riil dan bermanfaat yang menggunakan seluruh daya upaya semua organm tubuh kita sehingga menjadi suatu kesatuan yang mengarahkan kita menuju pemikiran yang essential . Pemikiran inilah yang akan membawa siswa menuju percepatan dalam berpikir, berkreasi, menemukan suatu hal yang baru, dan menghubungkan semua hal yang terlihat tidak berhubungan menjadi hal yang saling terkait dan pada akhirnya bermuara pada penyelesaian masalah. Pembelajaran ini akan meningkatkan dan memperkaya pengalaman belajar dan meningkatkan komunikasi baik antara guru-siswa, guru-guru, guru-pimpinan sekolah, dan kepala sekolah-siswa.
Kita lahir dengan kemampuan untuk berkreasi, menggali potensi, belajar, pencarian dan juga kemampuan untuk menemukan. Dan hanya beberapa orang yang bisa mentransform ide, pengetahuan, dan pengalaman mereka. Sering kita tidak menyadari kemampuan itu dan sering juga kita tidak tahu apa yang kita akan lakukan dengan kemampuan itu. Tanpa keberanian dan bimbingan, kita akan menyia-nyiakan kemampuan kita menuju pemikiran yang innovative dan kreatif. Konsekwensi dari sikap kita ini menjadi suatu hal yang menakutkan bagi kita atas pemikiran kita sendiri dan menghakimi diri kita sendiri sehingga menjadi manusia yang takut atas kreatifitasnya sendiri.
Dalam hati kecil kita mengatakan bahwa kita ingin memiliki ide-ide cemerlang dan memiliki pengalaman yang tidak terlupakan. Tetapi bagaimana cara kita dalam mengelola imaginasi kita menjadi suatu kenyataan?
Dengan metaphorming, kita coba untuk menggali siapa diri kita dengan ide-ide cemerlang kita. Ada 4 tahap dalam proses metaphorming yaitu connection (koneksi), discovery (penemuan), invention (penciptaan), dan application (aplikasi). Mari kita kupas satu-persatu 4 tahap metaphorming ini.
1. Connection (koneksi)
Koneksi yang dimaksud disini adalah menghubungakan dua atau lebih yang memiliki tujuan untuk memahami sesuatu. Berhubungan dengan metaforming, koneksi ini menggunakan berbagai macam bentuk dari perbandingan yaitu:metafora, analogi, cerita, legenda, simbol, dan hipotesis. Kita bisa menggunakan semua alat-alat ini untuk menghubungkan ide, pengetahuan dan pengalaman. Sebagai contohnya adalah pada saat Leonardo Da Vinci mengasosiakan pikirannya atas cabang atau ranting pohon dengan kanal yang didesainnya di Florence. Dia mengatakan bahwa sebuah kanal adalah seperti ranting pohon. Jika kita implementasikan kedalam pembelajaran adalah pelajaran bahasa Inggris akan berhubungan dengan pelajaran yang lainnya seperti teknologi, psikologi, atau bahkan bisa dihubungkan dengan mata pelajaran yang lainnya. Dan jika kita mengupas satu mata pelajaran sebagai misal pelajaran matematika, geometri (bangun ruang), maka tema ini juga akan berhubungan dengan seni, bahasa, ekonomi, teknologi, fisika. Secara riil adalah pada saat belajar matematika, maka guru dapat menghubungkannya dengan materi lain sehingga siswa memiliki bayangan bahwa yang dipelajarinya adalah berhubungan juga dengan pelajaran lainnya. Sehingga guru dan siswa tidak akan terjebak ke dalam suatu kotak yang membatasi pikiran mereka. Justru, dari pemikiran koneksi inilah, baik guru dan siswa menjadi seorang yang kreatif.
2. Discovery (penemuan)
Suatu penemuan melibatkan pengamatan dan pengalaman. Penemuan ini akan mengarahkan seseorang untuk menemukan sesuatu dengan memanfaatkan lima panca inderanya yaitu mengamati, mendengarkan, merasakan, dan bahkan panca indera penciuman. Seorang Leonardo Da Vinci dalam mendesain kanal Florence memanfaatkan lima panca inderanya sehingga menjadi suatu imaginasi yang dituangkan dalam kenyataan. Dia menggambar kanal tersebut dengan segala kemungkinannya dan tidak takut jika terdapat kesalahan. Leonardo memikirkan alternative yang mungkin dilakukan untuk membangun kanal tersebut. Dengan gambaran yang telah dilakukan oleh Leonardo, dia dapat memahami bagaimana air mengalir di kanal tersebut.
Dalam suatu pembelajaran yang riil, guru dapat menggambarkan kearah mana pelajarannya akan dibawa, tujuan apa yang akan dicapai setelah proses koneksi atau menghubungkan telah dilakukan. Kearah mana siswa diajak untuk berpikir dan memiliki pengalaman untuk merasakan bahwa suatu pelajaran bermanfaat untuk dirinya. Sebagai misal adalah pada saat siswa belajar bahasa Inggris, guru akan mengarahkan bahwa tujuan akhir dari pelajaran ini adalah untuk komunikasi baik secara lisan ataupun tertulis. Tetapi bukan hanya itu. Seorang guru bahasa Inggris juga harus melakukan koneksi dengan pelajaran lain, misalnya sosiologi, seni, ekonomi, teknologi, ataupun juga fisika. Sehingga siswa memiliki pengalaman belajar yang bermakna dan berpikir bahwa tidak sia-sia dalam belajar bahasa Ingris.
3. Penciptaan
Suatu penciptaan adalah produk dari daya pikir kreasi. Hal ini tidak akan tercipta tanpa adanya suatu usaha. Secara umum, penemuan tumbuh dari suatu kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan suatu proses dalam melakukan sesuatu atau melakukan suatu komunikasi yang baru dan lebih efektif.
Suatu penemuan memerlukan suatu proses dari menghubungkan sesuatu dengan yang lain, dan juga memerlukan pengamatan yang dapat menghasilkan suatu produk. Sebagaimana contoh diatas, dari aktifitas Leonardo Da Vinci yang menghubungkan dan menemukan desain kanal Florence. Setelah itu, Leonarde menciptakan system pengairan dengan hidrolis untuk mengatur air di kanal tersebut.
4. Application (aplikasi)
Aplikasi adalah aktifitas yang mengarah pada produk yaitu hasil piker dan dapat juga dalam bentuk riil yaitu barang. Dari imaginasi, pengamatan, dan juga menemukan, maka Leonardo Da Vinci mengembangkan penciptaanya atas Kanal Florence dengan mengaplikasikan imaginasinya menjadi suatu sumber bagi pengembangan ilmu yang lain sebagai contohnya adalah adanya teori bentuk aliran air. Aplikasi ini akan mengalir terus seiring dengan kebutuhan manusia untuk memperoleh lkemudahan dalam melakukan sesuatu.
Dalam suatu pembelajaran dikenal adanya produk dari suatu hasil kreasi siswa. Disini guru dapat mengarahkan siswanya untuk menuliskan apa yang didapat dari pengetahuan, baik dari guru maupun dari buku-buku yang dibaca oleh siswa. Guru dapat mengarahkan siswanya untuk menuliskan summary dari berbagai buku dan mengarahkan siswa untuk mencari solusi atas masalah yang ada. Bagi guru yang dapat mengarahkan siswanya untuk dapat menghasilkan suatu produk, maka produk-produk tersebut dapat menjadi alat belajar juga bagi siswa lain. Sebagai misal adalah temuan alat belajar , kotak cerita, dan sebagainya. Siswa diarahkan untuk menjadi seorang yang siap menghadapi pendidikan abad 21, yaitu menjadi seorang yang memahami bagaimana komunikasi yang efektif, mengenal dan memanfaatkan teknologi, menjadi seorang yang siap bekerja dengan tim (teamwork), seorang yang kritis (critical thinking, dan pemecah masalah (problem solver). Dari sini, bukan hanya siswa tersebut yang memperoleh manfaatnya tetapi diharapkan juga siswa yang lain dapat belajar untuk berkreasi.
Sangat luar biasa sekali jika metaphorming ini dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah. Tidak hanya siswa yang dapat belajar tetapi guru juga dituntut untuk berkreasi untuk dapat membawa siswa-siswanya menjadi orang yang kreatif dan dapat mengembangkan diri menjadi pengamat dan seorang kreator. Dengan metaphorming ini diharapkan bahwa guru sebagai pendidik benar-benar menjadi seorang fasilitator yaitu mengarahkan dan mendidik siswa menjadi seorang yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga masyarakat disekitarnya.