Selasa, 21 Desember 2010

Kualitas Guru Yang Positif


Memilih jalan hidup untuk menjadi seorang guru adalah suatu pilihan yang tepat dan mulia. Namun setiap pilihan memang dihadapkan kepada sebuah konsekuensi, termasuk pilihan untuk menjalani profesi guru. Karena guru memang memikul beban tanggung jawab yang sangat berat sebagai the agent of change, dalam menentukan arah masa depan suatu bangsa. Kriteria kemuliaan yang disematkan pada guru ditentukan oleh kualitas guru secara individu yang pada akhirnya memberikan imbas pada kelompok profesi ini.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini mengantarkan kita kepada perubahan paradigma yang begitu cepat. Salah satunya bagaimana intensitas kompetensi guru menjadi perhatian berbagai pihak untuk tetap eksis mengikuti perubahan tersebut.  Sederhananya adalah saat ini dan dimasa yang akan datang dibutuhkan guru yang memiliki kualitas positif untuk memenuhi harapan tentang sebuah kemuliaan profesi. Seorang guru dapat dikatakan mulia dan memiliki karakteristik yang memiliki kualitas positif jika didalam dirinya terdapat diantaranya beberapa kualitas khusus sebagai berikut:

Profesional
Aspek terpenting dalam menentukan keberhasilan sebuah profesi adalah sikap profesional. Seorang guru harus profesional agar dapat menjadi guru yang berhasil. Konsep guru profesional mansyaratkan adanya keahlian khusus dan dalam bidang terntentu. Guru harus memiliki kompetensi yang baik tentang materi pelajaran yang diampunya. Apabila seorang guru tidak menguasai bidang ilmu yang diajarkannya secara mendalam maka lunturlah profesionalisme guru tersebut. Dengan pemahaman seperti ini jelaslah bagi kita bahwa tidak semua orang bisa menjadi guru, dan tidak semua orang yang telah menjadi guru dapat dikatakan guru yang profesional.
Karena guru selalu identik dengan citra kemanusiaan, maka menjadi guru yang benar – benar profesional tidak dapat ditawar lagi dengan memperhatikan beberapa unsur berikut:
a.       Memiliki kemampuan intelektual yang memadai, terutama pada mata pelajaran yang diampunya.
b.      Memiliki kemampuan dalam memahami visi dan misi pendidikan sehingga mampu membuat skala prioritas tentang tanggung jawabnya secara terarah.
c.       Memiliki kompetensi pedagogik yang memadai untuk mampu memilih dan memvariasikan pendekatan ataupun metode pembelajaran sehingga anak didik selalu haus akan proses pembalajaran.
d.      Memiliki kemampuan yang baik tentang konsep memahami siswa. Seorang guru harus mampu berada pada dunia siswa secara utuh dalam rangka menggiring mereka kepada pembelajaran yang telah direncanakan.
e.       Guru harus kreatif dan memiliki seni mendidik yang tinggi. Sehingga mampu melakukan inovasi pembelajaran yang pada akhirnya siswa merasa nyaman dan menikmati proses pembelajaran yang terjadi.
f.       Guru yang profesional memiliki pandangan jauh kedepan dengan terus berusaha mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya.

Kepribadian (Personality)
Sebagai sosok yang digugu dan ditiru, guru harus memiliki integritas dan kualitas personal yang baik dan benar. Karena selain menyampaikan informasi tentang ilmu pengetahuan (mentransfer ilmu) guru memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian siswa. Untuk memiliki kualitas kepribadian yang tinggi sebagai seorang guru, beberapa hal berikut dapat menjadi acuannya, yaitu:
a.       Taqwa kepada Tuhan sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
b.      Selalu berpenampilan prima dengan selalu merawat diri baik fisik maupun mental.
c.       Menjadi sosok yang bijaksana dalam segala hal.
d.      Ceria dan menjadi motivator yang baik bagi orang yang berada disekelilingnya.
e.       Mampu mengendalikan emosi amarahnya.
f.       Menghargai sesama manusia tanpa deskriminasi.
g.      Bersyukur kepada Tuhan akan kehidupannya.
h.      Tidak terkontaminasi oleh sifat-sifat tercela seperti sombong, ria, tidak jujur dan sebagainya.
i.        Penuh tanggung jawab, luwes, dan loyal kepada amanah yang diberikan.

Sosial
Seorang guru adalah manusia yang pada hakikatnya hidup berkelompok dalam kumpulan masyarakat tertentu. Guru adalah bagian dari masyarakat dimana saja ia berada. Dengan demikian guru tidak mesti memisahkan diri dari masyarakat tersebut, namun justru sebaliknya guru harus mampu berada ditengah masyarakat tersebut dengan menonjolkan nilai-nilai postif tentang diri dan profesinya. Guru yang berkualitas positif mampu menjalin hubungan baik antara sesama makhluk sosial dengan menebarkan kebaikan dan motivasi yang terpancar dari dirinya.

Guru yang berkualitas positif yakin dan sadar tentang dirinya sendiri bahwa ia adalah seorang guru yang baik, yang sedang melakukan pekerjaan besar. Dengan demikian seorang guru positif pandai menghargai waktu, memahami keadaan fisik dan mental siswanya, memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang baik, intensional, empati, dan juga inovatif kreatif.

Sabtu, 18 Desember 2010

Humanisasi Pendidikan

Belakangan ini bangsa ini dihadapkan kepada masalah yang kompleks tentang perilaku dan pola pikir generasi penerus yang semakin hari semakin menghawatirkan di tengah kemajuan dan melajunya proses pembangunan secara umum. Berbagai peristiwa yang terjadi dalam segala aspek kehidupan suatu sisi memberikan harapan yang menggembirakan, namun disisi lain ada hal yang sangat menghawatirkan tentang kelangsungan kehidupan dimasa yang akan datang. Sebagaimana yang selalu kita saksikan melalui media tentang kemerosotan moral, buruknya akhlak, dan hilangnya sosok yang bisa dijadikan teladan. Para generasi bangsa ini seperti sudah sulit dalam menentukan arah dan menemukan acuan tentang segala tindakan yang dilakukan. Tidak banyak lagi yang berkeinginan menggunakan akal fikiran yang jernih dalam menyelesaikan masalah yang muncul. Setiap masalah selalu direspon dengan kekerasan sebagai jalan keluarnya.
Dibelahan bumi Indonesia yang lain para pemangku kebijakan masih tetap bersekukuh untuk bertegang urat leher dalam mempertahankan kebijakan pendidikan yang secara umum masih dikelilingi tanda tanya besar akan manfaat dan efektivitasnya. Sementara itu tujuan pendidikan nasional secara umum adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya, generasi yang berakhlak, terampil, berilmu pengetahuan, dan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan mengacu kepada sebagian kecil dari tujuan ini seyogyanya visi dan misi yang sudah dijelma mampu menjawab berbagai permasalahan yang muncul dalam beberapa waktu terakhir ini. Bangsa ini idealnya dikelola oleh genarasi yang memiliki intensioanal yang jelas tentang pembentukan dan pembinaan generasi yang dapat diandalkan melalui dunia pendidikan.
Lembaga pendidikan memiliki tugas mempersiapkan terbentuknya individu-individu yang cerdas dan berakhlak mulia. Kriteria cerdas dan berakhlak mulia ini yang memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial yang ideal, yang diwarnai semangat mengembangkan potensi diri dan memanfaatkannya untuk mencapai kebahagian dan kesejahteraan bersama (Zuchdi, 2008). Dengan demikian perjalanan sejarah bangsa ini “dikemudikan” oleh generasi yang memiliki moral dengan melakukan tindakan yang bermoral.
Namun predikat Negara paling korup di Asia untuk Negara tercinta ini merupakan jawaban yang nyata tentang kualitas akhlak (moral) masyarakat Indonesia secara umum. Selain itu banyak konflik yang terjadi mulai dari skala kecil sampai yang sangat luas juga merupakan fenomena lain di tanah air ini tentang kurangnya individu yang bermoral yang mengaplikasikan tindakan bermoral tersebut.
Sistem pendidikan yang sesuai untuk menghasilkan kualitas masyarakat yang cerdas dan berakhlak mulia (berkarakter baik) adalah yang bersifat humanis (Zuchdi, 2008). Sistem ini menempatkan peserta didik (generasi penerus) sebagai pribadi dan anggota masyarakat yang perlu dibantu dan didorong untuk memiliki kebiasaan efektif, nilai-nilai kehidupan yang positif dan membangun,  perpaduan anatara pengetahuan, keterampilan dan keinginan. Perpaduan yang harmonis antara unsur -unsur tersebut menyebabkan seseorang atau sekelompok orang meninggalkan ketergantungan (dependence) menuju kemandirian (independence), dan saling ketergantungan (interdependence). Hal ini sangat diperlukan dalam mengikuti perubahan zaman yang sangat cepat yang diliputi berbagai masalah yang kompleks. Karena kehidupan yang semakin modern dan kompleks hanya dapat diatasi secara kolaboratif (Zuchdi, 2008).
Pengembangan kebiasaan efektif dilakukan melalui pendidikan dengan membekali peserta didik dalam mengubah persepsi. Kemampuan dalam mengubah persepsi negatif tentang potensi diri yang dimilikinya baik potensi fisik, mental, dan social/ emosional, maupun spiritual. Sebagaimana Covey (1990) mengungkapkan bahwa etika akhlak (character ethic) merupakan landasan keberhasilan yang berupa integritas, kerendahan hati, kesetiaan, keberanian, keadilan, kesopanan, kesabaran,  yang pada prinsipnya adalah upaya memadukan kebiasaan tertentu dengan nilai- nilai yang diperlukan.

Tujuh Kebiasaan Efektif

Kebiasaan merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan keinginan (Zuchdi, 2008). Pengetahuan merupakan paradigma teoritis, apa yang dilakukan dan mengapa dilakukan. Sementara keterampilan adalah cara melakukan, dan keinginan merupakan motivasi, dorongan untuk mengerjakan. Supaya memiliki suatu kebiasaan, ketiga hal tersebut harus dikuasai. Sistem pendidikan yang humanis memberikan wadah terhadap penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi. Karena sistem ini berorientasi pada proses pembelajaran yang menyatakan penggunaan pendidikan nilai komprehensif yang meliputi inklusi nilai (inculcation), pemodelan (modeling), fasilitasi (facilitation), dan pengembangan keterampilan (skill building). Secara rinci pemerolehan fragmen- fragmen tersebut tertuang dalam tujuh kebiasaan efektif sebagai berikut:
a.      Proaktif; proaktif berarti berinisiatif yang merupakan cerminan adanya tanggung jawab terhadap kehidupan sendiri.
b.      Mulai dengan memikirkan tujuan; orang yang memiliki kebiasaan ini mulai dengan pemahaman yang jelas tentang tujuan hidupnya. Karena hidup ini akan lebih bermakna apabila kita benar-benar mengetahui apa yang penting bagi kita dan selalu menyadari hal itu, kemudian mengelola diri sendiri untuk mengerjakan hal yang benar-benar penting.
c.       Prinsip manajemen pribadi; manajemen diri menghasilkan kepuasan, yakni kesesuaian antara realisasi dengan harapan yang dikelola dengan kompetensi pribadi.
d.      Prinsip komunikasi empatik; komunikasi merupakan keterampilan yang penting dalam kehidupan. Namun akan lebih sempurna bila kebiasaan memahami orang lain terlebih dahulu baru minta dipahami oleh orang lain terealisasi dalam keterampilan komunikasi yang dimiliki.
e.      Bersinergi; sinergi adalah esensi kepemimpinan yang berpusat kepada prinsip (principle centred leadership). Hakikat senergi adalah menghargai perbedaan, mengormati perbedaan tersebut, memanfaatkan kelebihan, dan mengompensasi kekurangan. Dengan demikian terbentuklah suatu prinsip kerja sama yang kreatif.
f.        Prinsip pembaruan diri secara seimbang; Shepherd mengutarakan bahwa kehidupan seimbang yang sehat adalah yang didasarkan pada nilai persepktif (spiritual), otonomi (mental), kebersamaan (social), dan suasana (fisik).
Investasi pendidikan yang mahal akan lebih terjamin dapat menjawab tantangan kompleksitas perubahan dengan mengembalikan pendidikan pada porsi memberikan bantuan kepada manusia sebagai manusia. Zuchdi (2008) mengatakan bahwa humanisasi pendidikan perlu segera dijadikan misi setiap jenjang pendidikan di Indonesia, supaya nilai- nilai dasar untuk mencapai keberhasilan benar- benar dijadikan landasan dalam pembentukan akhlak bangsa.