Mengelola
Perilaku Buruk Peserta Didik Yang Ringan Di Kelas
Oleh: Irwan
Safari, S.Pd (Guru SMPN 10 Bengkalis- Riau)
Dalam upaya
meyukseskan keberhasilan dunia pendidikan, guru tidak hanya bertugas
mentransfer informasi pengetahuan yang tertulis dalam buku-buku teks pelajaran
saja. Lebih dari itu, seorang guru dituntut memiliki teaching skill atau kemampuan mengajar yang memadai, mempunyai
strategi pengajaran yang tepat, dan mampu memberikan solusi bagi setiap
permasalahan yang dihadapi anak didiknya untuk menciptakan lingkungan
pembelajaran yang efektif. Sebab proses pembelajaran yang berlangsung dalam
lingkungan belajar yang efektif akan mampu membawa peserta didik kepada sebuah
pembelajaran yang bermakna bagi keberlangsungan kehidupannya di masa yang akan
datang.
Namun demikian,
pada saat proses pembelajaran berlangsung adakalanya guru dihadapkan pada
situasi-situasi yang diluar prediksi tentang perilaku peserta didiknya. Secara
umum biasanya adalah gangguan yang relatif kecil untuk sebuah efektifitas
proses pembelajaran, seperti berbicara diluar giliran, bangkit tanpa permisi,
tidak berhasil mentaati prosedur kelas, keluar dari situasi pembelajaran dengan
aktifitas individunya dan sebagainya. Masalah-masalah seperti ini pada
prinsipnya lumrah untuk dipahami bagi seorang guru dalam menjalankan tugasnya
mengelola pembelajaran di kelas. Namun bukan berarti guru bisa membiarkan dan
cuek dengan situasi yang terjadi, yang secara tidak langsung apabila dibiarkan
dalam waktu yang lama dan berkelanjutan akan memberikan dampak negatif terhadap
capaian proses pembelajaran yang diinginkan.
Dalam mengatasi
masalah buruk yang rutin, guru diminta berlaku bijak dalam membuat keputusan
untuk sebuah tindakan yang dinilai paling tepat dan efisien. Sebab kesalahan
dalam mengambil tindakan untuk merespon perilaku-perilaku peserta didik dalam
proses pembelajaran yang berlangsung tentunya akan mengganggu bahkan dapat
merugikan peserta didik lain yang sedang menikmati proses pembelajaran
tersebut. Apabila benar-benar memungkinkan, proses harus tetap berlangsung
terus sambil setiap masalah perilaku yang buruk dapat diatasi. Untuk itu
Evertson et al (2003) dalam Slavin (2009) mengemukakan strategi untuk mengatasi
masalah perilaku buruk yang rutin sebagai berikut:
Pertama, Pencegahan; perilaku buruk peserta
didik dapat dicegah dengan menyajikan pelajaran yang menarik dan hidup,
menjelaskan peraturan dan prosedur kelas, mengupayakan siswa tetap sibuk dalam
tugas-tugas yang bermakna, dan menggunakan teknik manajemen kelas yang efektif
lainnya. Selain itu juga guru dapat menggubah isi pelajaran, menggunakan
berbagai jenis bahan dan pendekatan, memperlihatkan humor dan antusiasme, dan
menerapkan pembelajaran kerja sama atau pembelajaran yang berbasis proyek yang
semuanya dapat mengurangi masalah perilaku buruk yang diakibatkan oleh
kebosanan.
Kedua, Isyarat Nonverbal; guru dapat
menghilangkan banyak perilaku buruk rutin di kelas tanpa memutus daya gerak
pembelajaran melalui penggunaan isyarat non-verbal (nonverbal cue) sederhana. Misalnya kontak mata dengan peserta didik
yang berperilaku buruk, bergerak menghampiri, tepukan ringan di bahu, dan
sebagainya. Sebab isyarat nonverbal hanya mempunyai efek terhadap siswa yang
berperilaku buruk tanpa mengganggu aliran konsentrasi bagi banyak orang lain.
Ketiga, Memuji perilaku yang bertentangan
dengan perilaku buruk; pujian dapat menjadi sarana motivasi yang ampuh bagi
peserta didik. Untuk mengurangi perilaku buruk bisa dilakukan dengan memastikan
untuk memuji peserta didik atas perilaku yang bertentangan dengan perilaku
buruk yang ingin dukurangi. Maksudnya, tangkaplah peserta didik dalam tindakan
yang benar dan berikan pujian pada saat ada diantara mereka yang berperilaku
buruk.
Keempat, Peringatan lisan; apabila isyarat dan
pujian dirasakan mustahil atau tidak efisien, peringatan lisan sederhana dapat
dijadikan pilihan untuk mengatasi masalah perilaku buruk peserta didik.
Peringatan tersebut seharusnya diberikan langsung setelah peserta didik
berperilaku buruk, sebab peringatan yang ditunda biasanya tidak akan efektif.
Dan yang terpenting adalah peringatan tersebut menyatakan apa yang seharusnya
dilakukan peserta didik, bukan membicarakan apa yang telah dilakukannya dengan
keliru. Sebab kalimat peringatan positif akan mengkomunikasikan harapan yang
lebih positif bagi perilaku masa depan peserta didik. Juga, peringatan
seharusnya terfokus pada perilaku, bukan pada peserta didiknya.
Kelima, peringatan berulang; kadang-kadang
peserta didik menguji ketetapan hati guru dengan tidak melakukan apa yang telah
diminta dari mereka biasanya dengan berdalih ataupun membantah. Ujian ini akan
hilang secara perlahan jika peserta didik belajar tentang gurunya yang
bersungguh-sungguh dengan apa yang dikatakan dan akan mengambil tindakan yang
sesuai untuk menegakkan lingkungan kelas yang teratur dan produktif. Ketika
peserta didik menolak untuk mentaati peringatan sederhana, selanjutnya bisa
dilakukan dengan mengulangi peringatan tersebut dengan mengabaikan setiap dalih
atau bantahan yang tidak relevan.
Keenam, Menerapkan konsekuensi; Konsekuensi
adalah hukuman yang mesti diberikan kepada peserta didik yang tidak taat.
Konsekuensi karena tidak mematuhi permintaan guru seharusnya sedikit tidak
menyenangkan, berlangsung singkat, dan diterapkan sesegera mungkin setelah terjadi perilaku buruk. Satu hal yang
harus diingat oleh guru dalam menggunakan strategi ini bahwa kepastian jauh
lebih baik dari pada kekejaman, karena kekejaman hanya akan melahirkan
kebencian dalam diri peserta didik dan perilaku yang menyimpang. Konsekuensi
yang ringan tetapi pasti mengkomunikasikan kepedulian terhadap peserta didik
bahwa ia berhak memulai sesuatu yang baru setelah menerima konsekuensi dari
perlaku buruknya.
Kemampuan
seorang guru dalam mengelola perilaku buruk yang rutin akan bergantung pada
situasi dan konteks perilaku yang terjadi. Sehingga dapat dilakukan dengan
strategi yang tepat untuk proses pembelajaran yang bermakna dan produktif,
memberikan kesan yang bermanfaat untuk masa depan peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar