Senin, 27 Desember 2010
Selasa, 21 Desember 2010
Kualitas Guru Yang Positif
Memilih
jalan hidup untuk menjadi seorang guru adalah suatu pilihan yang tepat dan
mulia. Namun setiap pilihan memang dihadapkan kepada sebuah konsekuensi,
termasuk pilihan untuk menjalani profesi guru. Karena guru memang memikul beban
tanggung jawab yang sangat berat sebagai the
agent of change, dalam menentukan arah masa depan suatu bangsa. Kriteria
kemuliaan yang disematkan pada guru ditentukan oleh kualitas guru secara
individu yang pada akhirnya memberikan imbas pada kelompok profesi ini.
Kemajuan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini mengantarkan kita kepada perubahan paradigma
yang begitu cepat. Salah satunya bagaimana intensitas kompetensi guru menjadi
perhatian berbagai pihak untuk tetap eksis mengikuti perubahan tersebut. Sederhananya adalah saat ini dan dimasa yang
akan datang dibutuhkan guru yang memiliki kualitas positif untuk memenuhi
harapan tentang sebuah kemuliaan profesi. Seorang guru dapat dikatakan mulia
dan memiliki karakteristik yang memiliki kualitas positif jika didalam dirinya
terdapat diantaranya beberapa kualitas khusus sebagai berikut:
Profesional
Aspek terpenting dalam menentukan
keberhasilan sebuah profesi adalah sikap profesional. Seorang guru harus
profesional agar dapat menjadi guru yang berhasil. Konsep guru profesional
mansyaratkan adanya keahlian khusus dan dalam bidang terntentu. Guru harus
memiliki kompetensi yang baik tentang materi pelajaran yang diampunya. Apabila
seorang guru tidak menguasai bidang ilmu yang diajarkannya secara mendalam maka
lunturlah profesionalisme guru tersebut. Dengan pemahaman seperti ini jelaslah
bagi kita bahwa tidak semua orang bisa menjadi guru, dan tidak semua orang yang
telah menjadi guru dapat dikatakan guru yang profesional.
Karena guru selalu identik dengan citra
kemanusiaan, maka menjadi guru yang benar – benar profesional tidak dapat
ditawar lagi dengan memperhatikan beberapa unsur berikut:
a.
Memiliki kemampuan intelektual yang
memadai, terutama pada mata pelajaran yang diampunya.
b.
Memiliki kemampuan dalam memahami visi
dan misi pendidikan sehingga mampu membuat skala prioritas tentang tanggung
jawabnya secara terarah.
c.
Memiliki kompetensi pedagogik yang
memadai untuk mampu memilih dan memvariasikan pendekatan ataupun metode
pembelajaran sehingga anak didik selalu haus akan proses pembalajaran.
d.
Memiliki kemampuan yang baik tentang
konsep memahami siswa. Seorang guru harus mampu berada pada dunia siswa secara
utuh dalam rangka menggiring mereka kepada pembelajaran yang telah
direncanakan.
e.
Guru harus kreatif dan memiliki seni
mendidik yang tinggi. Sehingga mampu melakukan inovasi pembelajaran yang pada
akhirnya siswa merasa nyaman dan menikmati proses pembelajaran yang terjadi.
f.
Guru yang profesional memiliki pandangan
jauh kedepan dengan terus berusaha mengembangkan diri dan potensi yang
dimilikinya.
Kepribadian (Personality)
Sebagai sosok yang
digugu dan ditiru, guru harus memiliki integritas dan kualitas personal yang
baik dan benar. Karena selain menyampaikan informasi tentang ilmu pengetahuan
(mentransfer ilmu) guru memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan
kepribadian siswa. Untuk memiliki kualitas kepribadian yang tinggi sebagai
seorang guru, beberapa hal berikut dapat menjadi acuannya, yaitu:
a.
Taqwa kepada Tuhan sesuai dengan ajaran
agama yang diyakininya.
b.
Selalu berpenampilan prima dengan selalu
merawat diri baik fisik maupun mental.
c.
Menjadi sosok yang bijaksana dalam
segala hal.
d.
Ceria dan menjadi motivator yang baik
bagi orang yang berada disekelilingnya.
e.
Mampu mengendalikan emosi amarahnya.
f.
Menghargai sesama manusia tanpa
deskriminasi.
g.
Bersyukur kepada Tuhan akan
kehidupannya.
h.
Tidak terkontaminasi oleh sifat-sifat
tercela seperti sombong, ria, tidak jujur dan sebagainya.
i.
Penuh tanggung jawab, luwes, dan loyal
kepada amanah yang diberikan.
Sosial
Seorang guru adalah
manusia yang pada hakikatnya hidup berkelompok dalam kumpulan masyarakat
tertentu. Guru adalah bagian dari masyarakat dimana saja ia berada. Dengan
demikian guru tidak mesti memisahkan diri dari masyarakat tersebut, namun justru
sebaliknya guru harus mampu berada ditengah masyarakat tersebut dengan
menonjolkan nilai-nilai postif tentang diri dan profesinya. Guru yang
berkualitas positif mampu menjalin hubungan baik antara sesama makhluk sosial
dengan menebarkan kebaikan dan motivasi yang terpancar dari dirinya.
Guru
yang berkualitas positif yakin dan sadar tentang dirinya sendiri bahwa ia
adalah seorang guru yang baik, yang sedang melakukan pekerjaan besar. Dengan
demikian seorang guru positif pandai menghargai waktu, memahami keadaan fisik
dan mental siswanya, memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang baik,
intensional, empati, dan juga inovatif kreatif.
Sabtu, 18 Desember 2010
Humanisasi Pendidikan
Belakangan
ini bangsa ini dihadapkan kepada masalah yang kompleks tentang perilaku dan
pola pikir generasi penerus yang semakin hari semakin menghawatirkan di tengah
kemajuan dan melajunya proses pembangunan secara umum. Berbagai peristiwa yang
terjadi dalam segala aspek kehidupan suatu sisi memberikan harapan yang
menggembirakan, namun disisi lain ada hal yang sangat menghawatirkan tentang
kelangsungan kehidupan dimasa yang akan datang. Sebagaimana yang selalu kita
saksikan melalui media tentang kemerosotan moral, buruknya akhlak, dan
hilangnya sosok yang bisa dijadikan teladan. Para generasi bangsa ini seperti
sudah sulit dalam menentukan arah dan menemukan acuan tentang segala tindakan
yang dilakukan. Tidak banyak lagi yang berkeinginan menggunakan akal fikiran
yang jernih dalam menyelesaikan masalah yang muncul. Setiap masalah selalu
direspon dengan kekerasan sebagai jalan keluarnya.
Dibelahan
bumi Indonesia yang lain para pemangku kebijakan masih tetap bersekukuh untuk
bertegang urat leher dalam mempertahankan kebijakan pendidikan yang secara umum
masih dikelilingi tanda tanya besar akan manfaat dan efektivitasnya. Sementara
itu tujuan pendidikan nasional secara umum adalah untuk membentuk manusia
Indonesia yang seutuhnya, generasi yang berakhlak, terampil, berilmu
pengetahuan, dan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
mengacu kepada sebagian kecil dari tujuan ini seyogyanya visi dan misi yang
sudah dijelma mampu menjawab berbagai permasalahan yang muncul dalam beberapa
waktu terakhir ini. Bangsa ini idealnya dikelola oleh genarasi yang memiliki
intensioanal yang jelas tentang pembentukan dan pembinaan generasi yang dapat
diandalkan melalui dunia pendidikan.
Lembaga
pendidikan memiliki tugas mempersiapkan terbentuknya individu-individu yang
cerdas dan berakhlak mulia. Kriteria cerdas dan berakhlak mulia ini yang
memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial yang ideal, yang diwarnai semangat
mengembangkan potensi diri dan memanfaatkannya untuk mencapai kebahagian dan
kesejahteraan bersama (Zuchdi, 2008). Dengan demikian perjalanan sejarah bangsa
ini “dikemudikan” oleh generasi yang memiliki moral dengan melakukan tindakan
yang bermoral.
Namun
predikat Negara paling korup di Asia untuk Negara tercinta ini merupakan
jawaban yang nyata tentang kualitas akhlak (moral) masyarakat Indonesia secara
umum. Selain itu banyak konflik yang terjadi mulai dari skala kecil sampai yang
sangat luas juga merupakan fenomena lain di tanah air ini tentang kurangnya
individu yang bermoral yang mengaplikasikan tindakan bermoral tersebut.
Sistem
pendidikan yang sesuai untuk menghasilkan kualitas masyarakat yang cerdas dan
berakhlak mulia (berkarakter baik) adalah yang bersifat humanis (Zuchdi, 2008).
Sistem ini menempatkan peserta didik (generasi penerus) sebagai pribadi dan
anggota masyarakat yang perlu dibantu dan didorong untuk memiliki kebiasaan
efektif, nilai-nilai kehidupan yang positif dan membangun, perpaduan anatara pengetahuan, keterampilan
dan keinginan. Perpaduan yang harmonis antara unsur -unsur tersebut menyebabkan
seseorang atau sekelompok orang meninggalkan ketergantungan (dependence) menuju kemandirian (independence), dan saling
ketergantungan (interdependence). Hal
ini sangat diperlukan dalam mengikuti perubahan zaman yang sangat cepat yang
diliputi berbagai masalah yang kompleks. Karena kehidupan yang semakin modern
dan kompleks hanya dapat diatasi secara kolaboratif (Zuchdi, 2008).
Pengembangan
kebiasaan efektif dilakukan melalui pendidikan dengan membekali peserta didik
dalam mengubah persepsi. Kemampuan dalam mengubah persepsi negatif tentang
potensi diri yang dimilikinya baik potensi fisik, mental, dan social/
emosional, maupun spiritual. Sebagaimana Covey (1990) mengungkapkan bahwa etika
akhlak (character ethic) merupakan
landasan keberhasilan yang berupa integritas, kerendahan hati, kesetiaan,
keberanian, keadilan, kesopanan, kesabaran, yang pada prinsipnya adalah upaya memadukan
kebiasaan tertentu dengan nilai- nilai yang diperlukan.
Tujuh Kebiasaan Efektif
Kebiasaan
merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan keinginan (Zuchdi,
2008). Pengetahuan merupakan paradigma teoritis, apa yang dilakukan dan mengapa
dilakukan. Sementara keterampilan adalah cara melakukan, dan keinginan
merupakan motivasi, dorongan untuk mengerjakan. Supaya memiliki suatu
kebiasaan, ketiga hal tersebut harus dikuasai. Sistem pendidikan yang humanis
memberikan wadah terhadap penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi. Karena
sistem ini berorientasi pada proses pembelajaran yang menyatakan penggunaan
pendidikan nilai komprehensif yang meliputi inklusi nilai (inculcation), pemodelan (modeling),
fasilitasi (facilitation), dan
pengembangan keterampilan (skill
building). Secara rinci pemerolehan fragmen- fragmen tersebut tertuang
dalam tujuh kebiasaan efektif sebagai berikut:
a. Proaktif; proaktif
berarti berinisiatif yang merupakan cerminan adanya tanggung jawab terhadap
kehidupan sendiri.
b. Mulai
dengan memikirkan tujuan; orang yang memiliki kebiasaan ini
mulai dengan pemahaman yang jelas tentang tujuan hidupnya. Karena hidup ini
akan lebih bermakna apabila kita benar-benar mengetahui apa yang penting bagi
kita dan selalu menyadari hal itu, kemudian mengelola diri sendiri untuk
mengerjakan hal yang benar-benar penting.
c. Prinsip
manajemen pribadi; manajemen diri menghasilkan kepuasan, yakni
kesesuaian antara realisasi dengan harapan yang dikelola dengan kompetensi
pribadi.
d. Prinsip
komunikasi empatik; komunikasi merupakan keterampilan yang penting dalam
kehidupan. Namun akan lebih sempurna bila kebiasaan memahami orang lain
terlebih dahulu baru minta dipahami oleh orang lain terealisasi dalam
keterampilan komunikasi yang dimiliki.
e. Bersinergi; sinergi
adalah esensi kepemimpinan yang berpusat kepada prinsip (principle centred leadership). Hakikat senergi adalah menghargai
perbedaan, mengormati perbedaan tersebut, memanfaatkan kelebihan, dan
mengompensasi kekurangan. Dengan demikian terbentuklah suatu prinsip kerja sama
yang kreatif.
f.
Prinsip pembaruan diri secara seimbang; Shepherd
mengutarakan bahwa kehidupan seimbang yang sehat adalah yang didasarkan pada
nilai persepktif (spiritual), otonomi (mental), kebersamaan (social), dan
suasana (fisik).
Investasi pendidikan yang mahal akan lebih
terjamin dapat menjawab tantangan kompleksitas perubahan dengan mengembalikan
pendidikan pada porsi memberikan bantuan kepada manusia sebagai manusia. Zuchdi
(2008) mengatakan bahwa humanisasi pendidikan perlu segera dijadikan misi
setiap jenjang pendidikan di Indonesia, supaya nilai- nilai dasar untuk
mencapai keberhasilan benar- benar dijadikan landasan dalam pembentukan akhlak
bangsa.
Langganan:
Postingan (Atom)